Menjelang pemilu, kelompok radikal cenderung makin gencar merekrut anggota baru, terutama dari kalangan pelajar. Langkah awal kelompok ini sering kali dengan mengajak pelajar sebagai sasarannya untuk tidak memilih di pemilu. Untuk mengatasinya, sosialisasi bahaya radikalisme harus terus dilakukan di sekolah dan keluarga.
Demikian pendapat yang muncul dalam kursus singkat ”Menekan Kaderisasi Pelaku Terorisme” di Pondok Pesantren Luhur Al Tsaqafah, Jakarta, Sabtu (22/3).
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj, dan Ketua NII Crisis Center Sukanto hadir sebagai pembicara pada acara yang dihadiri sekitar 100 pelajar dan guru konseling dari 60 lembaga pendidikan di Jabodetabek ini.
Ansyaad Mbai menuturkan, sasaran perekrutan kelompok radikal saat ini adalah siswa sekolah menengah atas yang berumur kurang dari 18 tahun dengan berbagai latar belakang agama. Awalnya, para anggota kelompok radikal akan mengajak diskusi siswa sasarannya tentang isu-isu korupsi dan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pemilu juga menjadi bahan diskusi.
Hal senada disampaikan Sekretaris Jenderal NII Crisis Center Ken Setiawan. ”Biasanya para anggota kelompok radikal menghasut mengenai relevansi demokrasi dengan adanya sejumlah anggota DPR atau elite politik yang korup. Setelah itu, akan diajukan pertanyaan yang mengarah untuk tidak perlu mengikuti pemilu dan akhirnya mempertahankan Pancasila serta negara Indonesia,” katanya.
Data NII Crisis Center yang selama ini merehabilitasi korban akibat perekrutan gerakan radikal, selama 2011-2013 ada sekitar 4.500 laporan tentang anak berusia 18-25 tahun yang hilang karena direkrut gerakan radikal. Sekitar 500 anak di antaranya sudah ditemukan dan dalam proses penanganan.
Ketua NII Crisis Center Sukanto menuturkan, pola perekrutan kelompok radikal diawali dengan berkenalan, berteman, dan bekerja sama. Lalu, memberikan penjelasan tentang buruknya kondisi negara Indonesia.
Said Aqil Siroj mengatakan, ”Anak-anak muda yang direkrut itu awalnya memang diajar gerakan radikal. Setelah itu, mereka dilatih menjadi teroris.”
Said Aqil menambahkan, sosialisasi bahaya radikalisme harus dilakukan di lingkungan sekolah dan keluarga. ”Di NU, misalnya, kami sering mengadakan sosialisasi saat pengajian yang dihadiri kelompok ibu rumah tangga. Kami bekerja sama dengan BNPT. Tujuannya, mengajak para ibu rumah tangga untuk turut memberikan pengetahuan bahaya radikalisme kepada anak mereka,” kata Said. (A05)
sumber
0 komentar:
Posting Komentar