Pendakian
pertama KOMA ke gunung Slamet merupakan pendakian ‘taruhan‘. Semangat
ke Slamet di picu oleh cibiran sinis seorang ustadz yang merasa sudah
‘weruh sedurunge winarah‘.
Kala itu KOMA merasa tertantang dengan omongan si ‘orang pintar‘.
“Tak
akan pernah ada manusia yang bisa menginjak puncak gunung Slamet.
Kalaupun bisa sampai ke puncak,orang itu di jamin tidak akan turun
dengan selamat.”
Memang waktu itu di Slamet pas sedang ada kejadian tewasnya beberapa pendaki dari Jogja.
Omongan
‘si pintar’ dan tragedi Slamet sedikitpun tidak menyurutkan niat dan
semangat KOMA. Empat personil KOMA akhirnya berangkat juga ke Slamet.
Rudi,Ubaid,Copet dan aku berangkat dengan perlengkapan seadanya dan
sangat sederhana.
Pendakian kami mulai dari pos dukuh Bambangan.
Belum apa-apa,kami sudah dihadapkan dengan kejadian yang menyeramkan.
Bertepatan dengan datangnya waktu maghrib di base camp (rumah pak
kadus),ada pendaki cewek dari Jepara yang sedang kesurupan.
Cewek
Jepara belum sembuh,datang pendaki asal Sulawesi yang baru turun dan
melaporkan kalau temannya ada yang kesurupan di tengah hutan gunung
Slamet. Serem dan ngeri juga,ya… tapi semua kejadian itu tak mengurangi
semangat KOMA.
Team KOMA berjalan santai saling beriringan.
Pemandangan di mana-mana cuma kabut tebal saja yang terlihat. Kami
mendaki malam minggu pas bulan purnama waktu itu. Kami bejalan sembari
ngobrol ngalor ngidul dan bersenda gurau Tak terasa sampailah Koma di
pos payung. Sebentar lagi akan memasuki kawasan hutan tropis yang sangat
lebat.
Cuaca tambah tak karuan. Dingin menusuk, kabut
menyergap,angin menerjang… Bayangan pepohonan di bibir hutan tropis
laksana pasukan jin sedang berbaris siap menjemput kedatangan kami.
Mendadak suasana berubah menjadi hening. Sepi. Cuma dengus nafas kami
yang terengah-engah yang terdengar lirih.
Tak satupun kami temui
pendaki-pendaki lainnya. Mungkin mereka sudah mimpi di tenda
masing-masing. Kami memang pendaki urutan terakhir malam itu.
Tiba-tiba ada angin kencang memotong perjalanan kami. Kami berempat berhenti sejenak karena kaget.
Kekagetan
anak-anak Koma berubah jadi rasa ngeri.. Bibir kami serasa terkunci
sesaat. Setelah angin kencang lewat,menyeruaklah aroma kembang melati,
kadang berganti wangi kenanga silih berganti.
Padahal diantara
kami tak satupun bawa kembang maupun parfum pewangi. Merinding semua
bulu kuduk,tak ada yang berani bicara. Dalam ketidak tahuan dan rasa
ketakutan,secara reflek kami serentak berteriak Allahu Akbar…!!
Dan
kamipun langsung lari pontang panting masuk ke pos hutan. Jantung
serasa mau meletus,dag dig dug. Senda gurau dan kekonyolan kami sirna
tak tersisa. Yang terbayang hanya kengerian dan ketakutan yang teramat
sangat.
Masih di selimuti perasaan tak karuan, akhirnya kami
putuskan untuk buka tenda di Pos Samarantau. Padahal ada yang
bilang,kalau nama Samarantau itu sama dengan Sarang Rumah Hantu.
Tapi
kami sudah tak peduli lagi. Rasa lelah dan pasrah dengan kejadian
dibibir hutan tadi menyebabkan kami tak lagi memikirkan hal ini. Yang
ada cuma pikiran untuk tidur,tidur dan mimpi indah.
Alhamdulillah,tidur
kami sukses tanpa tambahan mimpi buruk apapun. Dan setelah
menghangatkan badan dengan minuman Jahe,kamipun melanjutkan pendakian
menuju puncak Slamet.
Jam 03.00 dini hari KOMA kembali bergerak.
Kali ini kami mengambil sistem treking cepat. Karena posisi kami masih
jauh di tengah hutan. Sedangkan kami pingin menyaksikan terbitnya sang
surya. Personil Koma berjalan nyaris berlarian. Entah dari mana kami
mendapat suplemen tenaga baru ini.
Pas 2 jam kami berlarian sampailah kami di Palawangan. Dari sini kami mengabadikan terbitnya matahari.
Treking terakhirpun kami lalui dengan sukses dan selamat sampai puncak Slamet. Sujud syukur KOMA lakukan di puncak 3428 mdpl.
(SekarangPenulis tinggal di sisi Timur kaki Gunung Slamet)
41.466118 -91.870861
Entry filed under: MENDAKI GUNUNG. Tags: .(CERITA RAKYAT)
by : Denny A
0 komentar:
Posting Komentar