Salam rimba, para pecinta kaldera...!!!
Lama sudah Pecinta Kaldera tidak melakukan posting. Itu karena saya berhenti melakukan blogging dengan berbagai alasan. Diantaranya, akibat hilangnya sarana untuk melakukan blogging itu sendiri.
Untuk posting kali ini Pecinta Kaldera akan memberikan sedikit gambaran untuk kawan-kawan Pecinta Kaldera yang mungkin membutuhkan informasi tentang pendakian G. Semeru pada bulan desember.
Sedikit tutorial yang akan saya bagikan untuk kawan semua adalah tutorial tentang " Semeru dibulan Desember".
Langsung saja kawan, kita simak artikel dibawah ini.
Perkuliahan semakin padat merayap bagai padatnya macet didalam kota. Namun, saya sudah merencanakan pendakian kegunung Semeru jauh-jauh hari sebelum ini. Semenjak aku duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), aku sudah memimpikan untuk bisa menapakkan kaki dititik tertinggi di tanah Jawa itu. Gunung yang memiliki letak geografis antara 8°06' LS dan 120°55' BT. itu memiliki ketinggian 3676 MDPL. Ahirnya pada bulan agustus aku bisa mewujudkan mimpi itu. Meski dengan perjuangan yang benar-benar menguras tenaga. Tapi, bukan itu yang akan saya bagikan kepada kawan semua. Melainkan pendakian G. Semeru dibulan Desember.
Pendakian G. Semeru kali ini kami lakukan melalui kota Solo. Kami berdua, @Gunawan memulai start dari stasiun Balapan pada hari jum'at tanggal 20 Desember 2013, sekitar pukul 00:30 WIB. Entah kereta apa yang kami gunakan. Yang jelas kami berangkat pada hari dan tanggal itu. Hanya saja aku tau beberapa harga tiket kereta api menuju kota Malang, Jawa Timur. Harga tiket termurah sebesar Rp. 65.000-diatas Rp. 200.000an untuk kelas bisnis. Kami menaiki kereta dengan harga tiket seharga Rp. 120.000 dengan tujuan statasiun Kotabaru, Malang.
Gambar : Narsis diantara gerbong kereta
Disela-sela perjalanan Solo-Malang, kami sisipi canda tawa atau sekedar berfoto saja. Itu karena suasana didalam kereta yang sangat membosankan. Hampir semua orang yang ada didalam gerbong yang kami naiki tertidur. Kadang kaki mereka dijulurkan kedepan sehingga memenuhi tempat duduk penumpang lain. Hingga ahirnya aku dan Gunawan memutuskan untuk duduk diantara gerbong saja.
Delapan jam sudah kami lalui di atas kereta. Sekarang sampailah kita di stasiun Kotabaru, Malang. Udara segar menyambut selepas kita turun dari atas kereta. Bersamaan dengan berhamburnya penumpang lain menuju pintu keluar stasiun, kami sempat bercanda gurau sambil berjalan. Setelah kami keluar dari stasiun, banyak angkutan umum yang menawarkan jasa mereka mengantarkan penumpang. Diseberang jalan nampak sudah bergerombol para pendaki yang siap menuju Tumpang. Kami langsung bergabung dengan mereka dan siap menaiki angkot berwarna biru muda dengan tujuan Tumpang. Setelah semua siap kami berangkat bersama rombongan Tangerang dan Jakarta.
Perjalanan dari Stasiun Kotabaru menuju Tumpang memakan waktu sekitar 2 jam. Ditengah perjalanan mataku terasa berat untuk terus terjaga. Dengan sedikit ngantuk, aku menikmati perjalanan menuju Tumpang. Sesampainya di Tumpang, kami langsung bergegas menuju mini market yang ada didaerah Tumpang untuk berbelanja kekurangan logistik. Setelah semua terasa cukup kami packing kembali barang bawaan kami sambil menunggu teman-teman yang lain. Setelah semua siap kami berdua berangkat dengan rombongan dari Tangerang dan Jakarta menggunakan jeep terbuka dengan jumlah keseluruhan 15 orang belum termasuk sopir. Ditengah perjalanan kami tidak begitu menikmati panorama yang ada karena terhalang kabut yang ada disepanjang jalan. Hanya sesekali saja kami dapati tebing-tebing curam khas dengan hutan heterogennya. Hampir disepanjang jalan kami mendapati pemandangan yang sama.
Kami sampai di Ranu Pane desa terahir yang paling dekat dengan G. Semeru sekaligus tempat beradanya basecame pendakian G. Semeru. Disana sudah banyak teman-teman dari berbagai penjuru yang sudah sampi terlebih dahulu. Ada yang sedang sibuk packing barang bawaan, beristirahat, atau hanya sekedar makan dan minum diwarung makan yang ada didepan basecame. Selanjutnya kami membayar jeep yang kami sewa seharga Rp. 35.000 per orang.
Gambar : Basecame G. Semeru
Kami berdua sempat mampir terlebih dahulu diwarung makan yang ada didepan basecame. Aku memesan nasi pecel dan segelas kopi hitam kesukaan. Makanan yang tersedia disini lumayan mahal harganya. Tapi, kami maklumi karena letaknya yang jauh dari pusat kota dan akses yang lumayan sulit. Apalagi Ranu Pane merupakan basecame G. Semeru, pastilah kalau harganya lebih mahal jika dibandingkan dengan daerah yang dekat dengan perkotaan.
Diluar hujan masih mengguyur lumayan deras dan membuat kami betah berada didalam warung makan tersebut. Tapi, kami harus lekas naik agar tidak kemalaman dijalan. Kami melapor terlebih dahulu diloket yang ada. Semua persyaratan telah kami sediakan. Seperti : Surat keterangan sehat dari dokter, materai, Fotokopi identitas beserta aslinya. Setelah persyaratan terkumpul, kami disuruh untuk mengisi angket yang berisi tentang banyaknya anggota, nama anggota, barang bawaan, dll. Kami dikenakan biaya sebesar Rp. 20.000 per-orang. Biaya bisa berbeda setiap orang, tergantung barang bawaan. Memang semenjak film 5 cm beredar persyaratan untuk mendaki G.Semeru lebih diperketat. Disana juga banyak terdapat porter yang siap membantu pendaki untuk membawa barang bawaan. Dengan biaya sekitar Rp. 100.000an kita bisa menyewa jasa mereka.
Semua sudah dipacking dengan baik, melapor dibasecame sudah, perutpun sudah terisi. Sekarang saatnya kami mulai melangkahkan kaki menuju puncak. Dengan berteman hujan kami gunakan ponco yang ada agar terlindung dari hujan. Medan awal yang kami lalui berupa jalan aspal kira-kira selebar 2,5 M. Setelah kami berjalan kira-kira 5 menit kami menemukan gapura yang bertuliskan kata sambutan untuk para pendaki G. Semeru. Kami sempat berhenti sejenak dan memandangi tulisan yang ada digapura tersebut. Selanjutnya kami memasuki jalanan menuju perkebunan warga yang berupa tanah. Dipinggir perkebunan, kami dapati seorang warga yang sedang berteduh dibawah gubuk. Kami sempat menanyakan kepada warga tersebut arah jalur pendakian. Sekitar 50 M dari gubuk terdapat jalan bercabang. Apabila kita mengambil cabang sebelah kanan kita akan masuk keperkebunan warga. Sedangkan cabang sebelah kiri adalah jalur pendakian menuju puncak Mahameru.
Hujan masih saja mengguyur perjalanan kami. Rasa dingin yang ada membuat tubuh kami menggigil dengan nafas yang terengah-engah. Kali ini rute yang kami lalui terbuat dari beton yang tertata rapi dan permanen. Mirip dengan trotoar yang ada dipinggiran jalan. Kami terus melangkah menuju Pos 1 G. Semeru dan masih juga terguyur hujan. Sesekali kami dapati pendaki lain yang sudah terlebih dahulu start didepan kami. Di rutr pendakian menuju Pos 1, terdapat banyak pohon yang tumbang menutupi jalan. Sehingga pendaki diharapkan untuk berhati-hati.
Kami terus berjalan, hingga ahirnya kami temui Pos 1. Disana kami temui banyak pendaki lain yang sedang beristirahat juga. Nafas kami terasa berat karena perjalanan menuju Pos 1. Setelah beberapa saat kami beristirahat, kami putuskan untuk kembali berjalan menuju Pos 2. Dengan langkah yang semakin berat kami terus menapaki jalan setapak yang licin dan berlumpur. Didepan terlihat Pos 2 menanti dan memberikan sambutan. Sepertinya meminta kami untuk beristirahat dan meletakkan carrier kami disana. Kendati badan mulai terasa lelah kami terus melangkah dan enggan untuk singgah di Pos 2. Kami terus berjalan hingga ahirnya kami menemukan jembatan kecil berwarna kuning sebagai penghubung jurang yang tak begitu dalam. Kami sempat beristirahat sejenak di jembatan tersebut. Disela-sela obrolan kami berdua, ada rombongan lain yang datang dari arah bawah. Mereka juga beristirahat dan sempat mengobrol dengan kami. Ternyata mereka adalah rombongan dari Yogyakarta. Ditengah obrolan kami yang semakin hangat, dari arah belakang terdengar seseorang yang sedang bernyanyi tak jelas menyanyikan lagu apa. Kami hanya tertawa mendengarnya. Ternyata dia adalah salah seorang rombongan dari Yogyakarta yang tertinggal dari kawanan.
Satu batang rokok kami habiskan di jembatan tersebut. Dahaga yang menerpa juga sudah terobati dengan seteguk air mineral yang kami bawa. Sah hukumnya untuk kembali berjalan. Langkah yang ada semakin berat karena rite semakin menanjak menuju Watu Rejeng. Watu rejeng adalah tebing batu yang tinggi menjulang dengan bebatuan yang indah. Di Watu Rejeng kami menemui pendaki yang sedang beristirahat dan sepertinya sudah sangat kelelahan. Kami tetap berjalan menembus deras hujan dan menapaki jalanan berlumpur. Sesekali kami beristirahat menikmati panorama yang ada sekaligus mengumpulkan stamina untuk kembali melangkah. Ahirnya kami sampai di Pos 3. Tapi, kami terus berjalan melewati tanjakan yang lumayan curam dengan kemiringan sekitar 45°. Tenaga yang semakin terkuras semakin menambah berat langkah kami. Memacu semaksimal mungkin langkah kaki agar tetap bertahan hingga Ranu Kumbolo.
Lama sudah kami berjalan. Hampir sekitar 3,5 jam kami berjalan. Tetapi Ranu Kumbolo tak kunjung menampakkan keindahan dirinya. Gunawan sempat kelelahan dan beberapa kali berhenti. Kami sudah menaruh asa begitu besarnya untuk dapat melihat danau eksotis tersebut. Trek yang kami lalui kembali mendatar. Itu pertanda Ranu Kumbolo sudah dekat. Setelah nampak Ranu kumbolo nampak didepan mata terhampar luas dengan gagahnya, Gunawan mulai mempercepat langkah agar secepatnya dapat menikmatinya lebih dekat dan mengambil gambarnya.
Gambar : Gunawan dengan background Ranu Kumbolo
Selepas mengambil gambar kami berdua melanjutkan perjalanan menuju sisi sebelah barat Ranu Kumbolo untuk mendirikan tenda disana. Aku berjalan lebih dahulu didepan Gunawan karena sudah tak sabar beristirahat. Dari kejauhan nampak banyak dome sudah terpancang disekitar selter sisi sebelah barat Ranu Kumbolo. Setelah menunggu beberapa saat sampailah aku disana. Selang beberapa saat Gunawan menyusul dibelakang. Singkat cerita kami mendirikan dome sekitar pukul 18:00 WIB. Hujan turun tanpa henti hingga menembus dome. Walaupun sebelumnya sudah kami cover dengan ponco kami berdua. Didalam tenda terasa lebih hangat dibanding berada diluar. Hal itu membuat Gunawan tertidur sejenak. Sementara itu aku yang mulai didera rasa lapar membuat api menggunakan spiritus secara manual. Kami lupa membeli bahan bakar untuk kompor yang kami bawa, sehingga kupilih alternatif lain untuk memasak.
Cukup lama aku menunggu air mendidih, karena memang sangatlah sulit mendapatkan air mendidih secara sempurna diatas gunung. Hingga Gunawan terbangun air tak kunjung mendidih. Tapi beberapa saat kemudian air mulai mendidih dan siap digunakan untuk memasak mie rebus dan membuat kopi. Setelah semua siap saji, kamipun menyantap dengan lahap mie rebus yang ada didepan mata. Sehabis makan kami menikmati dinginnya malam dengan segelas kopi dan sebatang rokok. Sambil menghadap kearah danau, kami bercanda gurau dengan tawa yang renyah. Tak terasa hari semakin larut dan hawa dingin semakin terasa menusuk. Memaksa kami untuk menutup rapat-rapat tenda dan masuk kedalam sleeping bag agar mata mudah terpejam.
Pukul 05:00 aku terbangun karena suara pendaki lain yang mulai bersahut-sahutan satu sama lain. Ada pula yang berteriak-teriak. Maklumlah...sepertinya mereka adalah "orang baru". Aku keluar dome untuk menikmati suasana pagi di Ranu Kumbolo. Hampir semua pendaki sibuk berfoto,mencuci nesting dan cooking set mereka, atau sekedar menggosok gigi ditepian danau. Mereka sudah seperti dirumah sendiri, dan itulah yang membuat Ranu Kumbolo tercemar akan sampah. Disana-sini banyak sampah berserakan. Apalagi didalam dan sekitar selter coretan tangan anak-anak alay menambah kotor saja. Sungguh memprihatinkan keadaannya.
Gambar : Ruangan salah satu selter di Ranu Kumbolo
Setelah puas berfoto dan menikmati kedamaian Ranu Kumbolo, kami putuskan untuk melanjutkan pendakian menuju Kali mati. Barang bawaan sudah kami packing secara rapi dan siap menapaki Tanjakan cinta.
Gambar : Tanjakan cinta
Kami berjalan dan tidak menghiraukan mitos yang ada. Bahwa dengan berjalan tanpa henti melewati tanjakan cinta tanpa berhenti dan memikirkan orang yang kita cinta. Maka cintanya akan abadi. Kami tetap beristirahat dan menengok kebelakang untuk memandangi cantiknya Ranu kumbolo dari Tanjakan cinta. Selepas Tanjakan cinta kita disambut oleh hamparan stepa atau padang rumput yang sangat luas. Sangat indah panorama hamparan rumput dipadang itu. Mungkin bisa dikatakan mirip dengan padang rumput yang ada di Kaldera Prau, Dieng. Disana kami bertemu dengan dua orang pendaki asal kota Malang dan sempat mendaki bersama menuju Kalimati.
Gambar : Papan keterangan jarak tempuh dan ketinggian
Gambar diatas menerangkan Ketinggian dan jarak tempuh masing-masing titik menuju Kalimati. Selain itu, suhu minimal juga dicantumkan dipapan yang berada di Cemoro Kandang tersebut. Kami mengobrol sana sini, sempat terpisah dan bersatu kembali setelah berada di Jambangan, hingga ahirnya tibalah kami disebuah padang rumput yang luas bernama Kali Mati. Kami mendirikan tenda berdampingan. Kegiatan yang kami lakukan tak jauh berbeda dari hari kemarin. Karena hujan masih saja turun mengguyur semua yang ada. Jadi, kami hanya bermalas-malasan didalam tenda. Kami sempat tertidur, kemudian terbangun karena kedinginan karena tenda kami kebanjiran tak kuat menahan gempuran air hujan. Kami berdua sibuk membersihkan air hujan dan memperbaiki cover yang kami buat dari ponco. Tapi, tetap. Setelah itu kami harus makan dan beristirahat untuk melanjutkan pendakian dini hari nanti.
Sekitar pukul 02:30 dinihari aku terbangun dan ingin bergegas keluar dome untuk melanjutkan pendakian menuju puncak. Tapi, tak ada satupun pendaki yang terlihat akan naik menuju puncak. Mungkin itu disebabkan karena larangan dari pihak basecame agar maksimal pendaki hanya sampai Kali Mati. Selain itu Gunawan masih tertidur pulas didalam dome. Sehingga aku putuskan untuk kembali tidur menunggu hari agak cerah. Tetapi, kami bangun kesiangan sekitar pukul 05:47 WIB. Aku mengajak Gunawan untuk melanjutkan pendakian menuju puncak. Tetapi, ada sedikit keraguan dihati Gunawan. Akibat larangan dari pihak Basecame. Aku tetap bertekad untuk melanjutkan pendakian menuju puncak. Itu membuat Gunawan tersuntik semangatnya untuk mengikutiku.
Kami berjalan menyusuri lebatnya hutan selepas Kali Mati.Semakin lebat dan tidak tergambar bahwa jalan yang kami lalui adalah jalur pendakian yang sudah ditentukan. Sebenarnya aku sudah sadar akan hal itu. Gunawan terlihat begitu kelelahan dan kembali setengah hati untuk meneruskan pendakian menuju puncak. Air minum yang kami bawa hanya cukup untuk satu orang saja. Bahkan kurang. Kesalahan terbesarku adalah tidak sarapan terlebih dahulu untuk mengisi stamina yang terus terkuras. Sepertinya kami berjalan dijalan air. Hingga ahirnya kami memotong jalur dan mencari sumber suara dari pendaki lain yang sudah mulai berangsur turun dari puncak. Tak begitu lama kamipun menemukan jalur pendakian yang sudah ditentukan. Tapi, air minum yang kami bawa sudah habis. Aku duduk diatas bibir tebing yang ada dijalur pendakian menunggu Gunawan sampai diatas.
Sesampainya Gunawan diatas langsung saja dia beristirahat dan merebahkan tubuhnya diatas pasir. Sebenarnya tinggal sedikit lagi kami bisa berdiri diatas titik tertinggi Pulau Jawa itu. Dipuncaknya para dewa, Mahameru. Aku tak mau mengambil resiko dengan memaksakan keinginan menuju puncak. Memang puncak adalah tujuan mendaki. Tapi puncak bukanlah segalanya. Aku berkata pada Gunawan "Ayo Gun, kita turun. Lain waktu kita masih bisa kesini". Sebenarnya aku kecewa. Karena tinggal sedikit lagi kami bisa sampai puncak. Meskipun aku sangat mencintai gunung, aku tidak akan hidup digunung untuk selamanya.
Aku berjalan tanpa berhenti sedikitpun menuju Kali Mati. Hanya saja sesekali kupanggil Gunawan untuk memastikan kalau dia baik-baik saja. Sesampainya di Kalimati aku duduk didalam tenda dan bersiap memasak bubur dengan sarden untuk sarapan. Lumayan lama aku menunggu Gunawan sampai dicamp. Ternyata cidera yang dia alami semakin parah. Kami beristirahat dan memasak bersama. Kami menikmati suasana KaliMati sampai pukul 12:00 WIB kami packing dan turun menuju Ranu Kumbolo. Kami sempatkan berfoto terlebih dahulu diKalimati.
Gambar : Melangkah meninggalkan Kali Mati
Aku turun tanpa henti menuju Ranu Kumbolo dan sempat mengambil gambar stepa yang sepertinya baru saja diterpa badai.
Gambar : Stepa pasca badai
Memang dibulan Desember-Januari G. Semeru rawan akan adanya badai. Hingga ahirnya sampailah aku diselter Ranu Kumbolo. Sambil meneguk kopi dan menghisap sebatang rokok aku memandangi sekeliling. dan ingin kuselipkan beberapa bait untuk menggambarkannya.
Tanahku yang dingin membeku
Hamparan stepa menunduk didera badai
Rumputnya layu mengalun lunglai
Sama bagai hamparan Kaldera Prau
Atau indahnya matahari terbit yang menguning dari atas bukit
Dan disana-sini lihatlah...
Lihatlah kawan...
Kita begitu kaya
Kita tak senista duafa dalam gerilya
Maka cintailah melalui tindakan
Jangan hanya duduk tertunduk menikmati keterpurukan
Cobalah pergi ke Segara anakan
Atau sekedar jalan-jalan di Pantai Klayar
Debur ombak, buh putih, dan desir pasir putih
Kau akan menyukainya
Sungguh...
Lihatlah kawan...
Saudara kita kelaparan diatas Surga dunia
Surga berjuluk Jamrud Khatulistiwa
Tapi kenapa?
Ayah tak lagi menggarap sawah
Ibu sulit menanak beras karena banjar terkuras
Mengeras tertindas mesin yang meluluh lantak
Hidup ini bukan sekedar slogan kawan
Tapi bertindaklah untuk kenyataan
Bukan kenyataan dalam hal formal yang penuh kebohongan
Melainkan hidup sebagai manusia sejati yang hakiki
Ditengah Renunganku Gunawan datang dengan berjalan sedikit terpincang. Cidera yang mendera semakin terasa. Ahirnya kami putuskan untuk langsung turun menuju basecame. Selain persediaan logistik yang menipis, juga penghangat sudah basah semua terkena air hujan. Kami bersusah payah menuruni jalur pendakian hingga malam tiba. Kami menyalakan headlamp dan senter untuk penerangan. Kali ini kita sama-sama berjalan tertatih karena cidera. Ditambah lagi jalur pendakian yang semakin becek dan berlumpur. Menambah berat langkah kami.
Sekitar pukul 20:30 kami sampai dibasecame dengan selamat dan hanya mengalami cidera ringan pada hari senin, 23 Desember 2013. Kami langsung membersihkan diri di toilet dan kembali mengisi perut diwarung makan didepan basecame bersama pendaki lain. Kami berunding dengan beberapa rombongan yang akan turun malam itu juga. Ternyata ada saatu rombongan dari Bandung yang mengajak kami untuk bergabung dengannya. Tapi, menunggu temannya sampai basecame. Dia cidera dan masih berada di Pos 2. Salah satu temannya sedang bergegas menjemputnya.
Karena kasihan aku dan Gunawan menawarkan kepada kawan kami dari Bandung tersebut agar menginap dulu di Ranu Pane. Keesokan harinya ada kejadian mendebarkan kembali. Ada salah satu pendaki wanita asal Tangerang yang pingsan akibat perut kosong dan hypothermia. Beruntung masih bisa tertolong.
Ahirnya kami turun menaiki jeep bersama 5 orang rombongan dari bandung menuju Tumpang dengan membayar Rp. 35.000 per-orang setelah melewati proses tawar-menawar. Dari Tumpang aku dan Gunawan menaiki angkot menuju terminal Arjosari dengan membayar Rp. 10.000 per-orang. Aku tak sadar kalau kami salah naik angkot. Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju Stasiun Kota baru dengan membayar Rp. 7.000 untuk dua orang.
Kami sempat mandi di toilet yang ada di sekitar stasiun. Kemudian menanyakan harga tiket yang ada. Tetapi tiket yang tersedia untuk hari itu sudah habis terjual, dan hanya menyisakan tiket kelas eksekutif yang super mahal. Kami putuskan untuk kembali menuju Arjosari kembali. Sesampainya di Arjosari kami langsung membeli tiket bus eksekutif jurusan solo (Rosalia Indah). Kami membeli tiket seharga Rp.90.000 per-orang. Bus terlambat 1 jam dari jam dari jadwal pemberangkatan. Hingga ahirnya kami sampai dikota Solo kembali pada pukul 01:30 WIB pada hari selasa, 24 Desember 2013.
Demikian kawan sedikit catatan yang dapat Pecinta Kaldera bagikan. Semoga bermanfaat dan ahir kata.
Safe your earth...!_[] H2S []